Selasa, 28 April 2009

Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Intelligent Character Recognition (ICR) dalam Pemilu Legislatif 2009

A. Pendahuluan
Tanggal 9 April 2009 lalu, Indonesia telah mengelar Pemilu Legislatif. Pemilu Legislatif 2009 ini tak banyak berubah dari pemilu 2004 lalu, permasalahan sistem teknologi informasi (TI) menjadi perhatian yang serius dalam perjalanannya. 
Sebagaimana tercatat dalam sejarah, 2004 merupakan tahun strategis bagi masa transisi politik di Indonesia. Pemilu, baik legislatif maupun presiden, berlangsung dengan sukses. Namun kesuksesan tersebut bukan tidak meninggalkan pelajaran berharga mengenai sistem TI yang digunakan. Meskipun tidak dipungkiri perhitungan suara yang sah masih tetap dihitung secara konvensional. Dalam hal ini bantuan TI dalam menghitung dan menayangkan hasil perhitungan suara tersebut adalah suatu tuntutan agar terselenggaranya pemilu yang berkualitas. Masalahnya adalah terkait dengan keamanan (security) dan kinerja TI yang sangat bertolak belakang dengan biaya telah dikeluarkan, menjadi pembicaraan yang hangat kala itu.
Tak berbeda dengan Pemilu 2004, dalam Pemilu 2009 ini pun, penerapan TI untuk mengumpulkan dan menyajikan hasil perolehan suara Pemilu dari seluruh TPS dengan cepat, akurat, dan transparan baru sekedar mimpi. Entah apa dan siapa yang salah? Kurang ahlikah para pakar TI yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)? Oleh karena itu tulisan ini akan mencoba untuk mengkaji manajemen pengendalian untuk mengatasi ketidakoptimalan sistem TI pada pemilu 2009 dengan cara memaksimalkan pemanfaatan teknologi Intelligent Character Recognition (ICR).
B. Munculnya Masalah TI KPU 2009 
Rencananya proses pengumpulan suara melalui sistem tabulasi TI berlangsung selama 15 hari. Hal tersebut sesuai dengan kontrak TI penghitungan suara yang diadakan oleh KPU. Sehingga hasil akhir penghitungan suara menggunakan tabulasi TI bisa diperoleh pada hari Jum’at tanggal 24 April 2009. Oleh karena hasil resmi perolehan suara tetap berdasarkan hasil penghitungan suara manual, maka hasil penghitungan ini akan diumumkan secara resmi oleh KPU di tingkat pusat pada 9 Mei 2009 (republika.co.id, 09/04/2009).
Setelah KPU dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menandatangani MoU Implementasi TI dalam Pemilu, kemudian KPU menargetkan bahwa tabulasi nasional Pemilu Legislatif 2009 dijadwalkan mencapai minimal 80 persen pada Senin 20 April (detikINET.com, 22/04/ 2009). Jika diasumsikan, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sekitar 171 juta pemilih dan jumlah golput 40 persen maka seharusnya jumlah suara yang harus ditampilkan adalah sekitar 82,08 juta suara.
Namun demikian sebagaimana dilaporkan di situs fajar.co.id, sampai Selasa (21/04/2009) pukul 06:00 hasil tabulasi nasional tercatat sekitar 13 juta perolehan suara saja yang ditampilkan oleh KPU. Hasil di atas tentu hasil ini sangat kontras dengan anggaran yang telah dihabiskan sebesar Rp.203 milyar untuk proses yang diklaim sebagai real count tersebut (fajar.co.id, 21/04/2009). 

1. Permasalahan Intelligent Character Recognition 
Penggunaan teknologi Intelligent Character Recognition (ICR) yang pada awalnya menuai kekhawatiran akhirnya benar-benar menjadi biang kesalahan. 
Seperti yang akan dijelaskan pada makalah ini, dengan sistem ICR, formulir C1-IT, yakni hasil rekap perolehan suara di TPS yang dibuat khusus dan ditulis tangan, akan dikirim ke kelurahan dan diteruskan ke KPUD Kabupaten/Kota untuk di scan. Hasil scanning yang berbentuk image ini kemudian ditafsirkan ke dalam bentuk angka dan huruf lewat ICR. Hasilnya lantas dikirim ke KPU pusat untuk diproses dan ditayangkan di website khusus sebagai hasil perolehan suara per TPS.
Namun, hal itu hanya harapan di atas kertas. Sementara implementasinya tidak semudah itu. Dalam hal ini mengenai akurasi pemindahan dari gambar ke angka dan huruf belum teruji. Angka 7 di gambar bisa teridentifikasi sebagai angka 1, angka 6 bisa jadi 0, dan sebagainya. Demikian juga huruf dari a hingga z, bisa berubah dari aslinya karena form C1-IT ditulis tangan (detik.com, 06/04/2009).
Senada dengan Wakil Ketua Indonesia Security Incident Responses Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), Dedy M. Salahuddien, menyatakan bahwa, “salah satu yang merupakan pilihan fatal adalah pemanfaatan teknologi ICR yang gagal total. Terdapat 500 daerah menyatakan mereka tidak mampu atau kesulitan memanfaatkan teknologi itu. Itu artinya, semua KPUD gagal menggunakan solusi tersebut”. Apalagi jumlah formulirnya mencapai ribuan mengingat jumlah TPS per kabupaten/kota bisa lebih dari 1.000, dan tiap TPS menyetor 8 lembar formulir (detikINET.com, 22/04/2009).
Demikian juga menurut peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Roy Salam menyatakan, prestasi yang dilakukan KPU untuk tabulasi nasional lebih buruk dibandingkan Pemilu 2004 (fajar.co.id, 21/04/2009). 

C. Memaksimalkan Sistem Teknologi Informasi Pemilu 2009
Sejak awal Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkomitmen penuh menyelenggarakan seluruh proses Pemilu 2009 secara berkualitas. Untuk itu, dengan dasar UU Pemilu Nomor 22/2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta pertimbangan pemanfaatan teknologi dan tuntutan penyelenggaraan pemilu berkualitas dengan partisipasi rakyat yang seluas-luasnya, KPU telah mengambil salah satu langkah strategis dengan mengoptimalisasi penggunaan sistem TI untuk Pemilu 2009 (kpu.co.id, 04/04/2009). Demikian juga Roy Salam, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), menyatakan bahwa tahapan TI adalah salah satu bagian penting Pemilu. Tujuan utamanya, untuk memberikan kemudahan informasi Pemilu di KPU kepada publik secara nasional maupun internasional (fajar.co.id, 21/04/2009).

1. Virtual Private Network Internet Protocol (VPN IP)
Untuk mendukung kecepatan informasi tersebut, KPU menggunakan jejaring komunikasi data yang aman, yaitu Virtual Private Network Internet Protocol Multiprotocol Label Switching (VPN IP MPLS), yang menghubungkan 33 provinsi dan 471 kabupaten/kota. Jaringan ini menggunakan metode transfer data Multiprotocol Label Switching, yang di dalamnya setiap data dikelompokkan menjadi paket-paket dan diberi label-label. Kemudian data itu bisa dikirim melalui medium transport dan protokol apapun. Jaringan ini menyediakan backhaul bandwidth sebesar 30 Mbps. Sementara di masing-masing kabupaten/kota, bandwidth yang disediakan adalah 128 Kbps (vivanews.com, 09/04/2009).
Adapun urutan-urutan alur datanya, seperti pada Gambar 1, dimulai dari tingkat kabupaten/kota. Di tingkat itu, Seluruh hasil rekap suara formulir rekapitulasi (C1 IT) dari TPS dikumpulkan dan dipindai oleh scanner yang berkecepatan 30-50 halaman per menit (page per minute/ppm). Hasil pemindaian scanner menjadi file dokumen digital formulir C1 IT yang berformat GIF atau JPEG atau PDF. Kemudian hasil itu disimpan di cakram DVD. Selain itu, hasil pemindaian oleh software Intelligent Character Recognition (ICR) akan dikonversi menjadi data digital yang terenkripsi (dikodekan) dan dikompresi agar ukuran filenya bisa diperkecil (vivanews.com, 09/04/2009).

Gambar 1. Alur pemrosesan form C1-IT dari KPUD Kabupaten Kota ke KPU Pusat.

Kemudian, data tersebut dikirim melalui jaringan VPN milik PT Telkom, ke KPU Pusat dan masuk ke penyimpanan (storage) di KPU Pusat. Data yang diterima, akan direplikasi secara seketika (mirroring) di penyimpanan pusat data (data center) KPU. Data center inilah, yang kemudian dibuatkan menjadi halaman statis untuk dimasukkan pada web server dan dapat disaksikan melalui interet (vivanews.com, 09/04/2009).

2. Intelligent Character Recognition (ICR)
2.1. Prinsip Kerja ICR
Yang tidak kalah vital adalah Intelligent Character Recognition (ICR), yaitu sistem ”cerdas” yang mampu mengenali tulisan tangan dan menterjemahkannya ke dalam kode atau simbol digital yang ”dimengerti” (diedit, disimpan) oleh komputer. Sebuah piranti lunak ICR pada prinsipnya terdiri dari 4 bagian: preprocessing, character segmentation, character recognition dan post processing, sebagaimana ditampilkan pada Gambar 2 berikut ini:


Gambar 2. Alur proses dalam sebuah sistem ICR

Keterangan:
1. Preprocessing
Bagian pertama mengimplementasikan berbagai teknik dalam pengolahan citra untuk meningkatkan kualitas gambar agar mudah diolah oleh tahap berikutnya. Proses itu antara lain threshold, konversi gray-scale ke binary black-white, noise removal, dan sebagainya.
2. Character segmentation
Bagian ini bertugas menganalisa sebuah citra text hasil scanning, menemukan lokasi text dan mengekstrak huruf per huruf untuk diolah pada tahap character recognition.
3. Character recognition
Bagian ini terdiri dari feature extraction dan classification. Feature extraction bertugas menemukan informasi signifikan dari citra sebuah huruf dan merepresentasikannya dalam vektor fitur (feature vector). Vektor ini kemudian diolah oleh classifier untuk menentukan kategori (jenis huruf). Berbagai metode classifier telah dikembangkan dalam bidang pengenalan pola (pattern recognition) sejak puluhan tahun yang lalu. Antara lain artificial neural network (jaringan saraf tiruan), support vector machine (SVM), maupun metode statistika yang lain.
4. Post processing 
Bagian terakhir melakukan evaluasi terakhir untuk melakukan koreksi otomatis sekiranya terjadi kesalahan dalam pengenalan huruf yang dilakukan pada tahap 3.
2.2. Kelebihan dan kelemahan ICR
Setiap teknologi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan ICR terhadap berbagai metode lain dalam data entry seperti OMR (Optical Mark Recognition) yang digunakan untuk jawaban komputer dalam ujian sekolah, terletak pada kemampuannya
a. Mempermudah pekerjaan operator. 
b. Efisiensi biaya kertas yang diperlukan.
Mempermudah di sini dimaksudkan lebih mudah bagi seseorang untuk menuliskan sebuah angka dengan baik, dibandingkan mengisi form OMR. Apalagi dengan mempertimbangkan stamina dan kondisi petugas lapangan yang mungkin dalam kondisi lelah saat mengisi formulir. Dari sisi efisiensi, biaya pengadaan kertas dapat ditekan jauh menjadi lebih murah. Pada pemilu 2009 kali ini, formulir C1-IT terdiri dari 8 lembar yang memuat isian untuk seluruh  partai politik (Leksono & Nuryanto, 2008). 
Namun demikian, bukan berarti ICR bebas risiko. Apabila akurasi ICR terlalu rendah preprocessing dan segmentasinya tidak akurat, mengakibatkan beban operator untuk melakukan verifikasi menjadi berat, sehingga mengakibatkan tidak efektif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ICR lebih unggul dari sisi biaya pengadaan kertas maupun risiko error yang timbul karena kondisi psikis di lapangan. 

3. Pengoptimalan Fungsi ICR
3.1. Optimalisasi kinerja ICR dan Pengguna

Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa ICR ini adalah ujung tombak sistem TI yang digunakan. Keberhasilan tabulasi nasional sangat bergantung pada keberhasilan ICR dalam membaca data yang dituliskan pada formulir C1-IT. Mengingat pentingnya peran ICR dalam sistem TI Pemilu 2009, perangkat lunak itu harus memenuhi 4 aspek:
a) Tepat
Artinya sesuai dan mampu mengolah format C1-IT, sehingga terjaga interoperabilitasnya dengan sistem yang lain.
b) Akurat
Memiliki ”kecerdasan” yang tinggi, maksudnya mampu membaca dengan akurat tulisan tangan angka pada formulir C1-IT. Secara sederhana dapat diilustrasikan demikian: sebuah ICR yang memiliki akurasi 95% akan beresiko salah baca 5 dari 100 angka, sehingga operator hanya mengoreksi 5 angka saja. Adapun ICR yang memiliki akurasi 80% berpotensi salah baca 20 dari 100 angka, sehingga operator harus mengoreksi 20 angka atau 4 kali lipat. Apabila jumlah TPS ratusan atau ribuan, upaya koreksi ini akan berlipat ganda dan akan memberatkan operator.
c) Aman
Yaitu terjamin keamanannya secara berjenjang pada saat data dibuat, disimpan sampai penayangannya di tabulasi nasional. Karena itulah dipasang berlapis-lapis pengamanan seperti watermark dan enkripsi.
d) Cepat
instalasi, setting dan kemudahan antarmuka (user-friendly interface) akan membuat pekerjaan operator menjadi lebih cepat dan ringan.
Selain itu dari sisi pengguna, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Tulislah angka sebaik dan sejelas mungkin. 
b) Angka harus ditulis di kotak yang ditentukan, jangan sampai melewati batas kotak. 
c) Kertas jangan sampai kotor, sobek atau terlipat. 
d) Jangan terbalik saat memasukkan kertas ke scanner

3.2. Standarisasi ICR
Berdasarkan MoU Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)–KPU pada 12 Maret 2009, tim review BPPT berupaya membuat standar ICR, agar dapat diolah oleh bagian Sistem Integrasi untuk dikirim, diolah dan ditampilkan pada tabulasi nasional. Standar ICR ini merupakan penjabaran teknis dari spesifikasi yang ditetapkan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 02 tahun 2009. Dengan demikian setiap vendor yang ingin menjual produk ICR-nya harus memenuhi kriteria standar tersebut, agar hasilnya dapat diterima dan diolah oleh sistem yang dibangun di KPU. 

3.3. Verifikasi Proses Entry Data
Verifikasi untuk setiap data yang telah di entry adalah sebuah langkah strategis dalam mengoptimalkan kinerja sistem TI Pemilu ini. Berikut ini adalah alur proses entry data sampai penayangan perolehan suara calon legislatif:
1. Formulir C1-IT yang telah diisi oleh petugas KPPS diproses oleh software ICR di KPU Kabupaten/Kota.
2. Hasil pembacaan ICR akan ditampilkan di layar monitor, dan operator melakukan koreksi terhadap hasil pembacaan itu. Setelah operator memastikan tidak ada salah baca, file disimpan dan dikirim ke KPU Pusat.
3. Di KPU Pusat, aplikasi Sistem Integrasi akan memeriksa keamanan dan otentikasi file yang dikirimkan oleh KPU Kabupaten/Kota tersebut untuk ditayangkan di pusat tabulasi nasional. 

D. Kesimpulan 
Tak berbeda dengan Pemilu 2004, dalam Pemilu 2009 ini pun, penerapan TI untuk mengumpulkan dan menyajikan hasil perolehan suara Pemilu dari seluruh TPS dengan cepat, akurat, dan transparan belum maksimal. Hal ini diakibatkan oleh penggunaan teknologi Intelligent Character Recognition (ICR) yang tidak optimal.  
Oleh karena itu untuk memaksimalkan penggunaan teknologi informasi tersebut dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan ICR dengan akurat, tepat, aman dan cepat. Selain itu juga sisi pengguna juga harus memberikan input yang baik agar memudahkan kinerja dari ICR. Dan yang terakhir adanya proses verifikasi untuk setiap data yang telah di entry adalah sebuah langkah strategis dalam mengoptimalkan kinerja sistem TI Pemilu ini.

E. Daftar Pustaka
1. Leksono S, Bambang Edhi dan Nuryanto, Hemat Dwi, 2008, Laporan Kegiatan Konsultasi Sistem Informasi Pemilihan Umum November-Desember 2008, Komisi Pemilihan Umum, Jakarta 14 Januari 2009.
2. www.detikINET.com, edisi 22/04/ 2009
3. www.detik.com, 06/04/2009.
4. www.fajar.co.id, 21/04/2009
5. www.kpu.co.id, 04/04/2009
6. www.republika.co.id, edisi 09/04/2009
7. www.vivanews.com, 09/04/2009
8. Situs TI KPU 2009: Teknologi Informasi untuk Pemilu 2009



Percaya nggak kalau Sir Issac Newton itu tidak pintar...?

Sahabat-sahabat tentu sudah pernah denger dong tokoh Issac Newton..? Itu loh fisikawan yang sering disebut waktu kita belajar mekanika di pelajaran fisika smp atau sma doeloe… (oya kalo lupa…. untuk yang alumni SMUN 1 Sumedang, bisa buka-buka lagi pelajaran Fisika dari ibu Rina Jasmar… hehe2x.). ee… Ternyata nih Newton, yang disebut oleh Michael H. Hart sebagai runner up tokoh dunia yang paling berpengaruh tuh, nggak pintar looo… Mau tau ceriatanya? Gini..

Doeloe kala... di tahun 1720-an, Sir Issac Newton tuh punya saham South Sea Company (perusahaan di UK sana), kebetulan saham South Sea ini paling “HOT” di Inggris. Singkat cerita pada perjalanannya…., Newton melihat gejala pasar yang mulai tidak terkendali, tentu saja sang fisikawan besar itu langsung melepaskan sahamnya dan mengantongi 100% capital gain (keuntungan), sebesar 7,000 pound sterling. Namun hanya selang beberapa bulan, karena terbawa arus antusiasme pasar yang luar biasa, Newton terjun lagi ke dalam bursa, yup ga salah…, ia membeli saham favoritnya, South Sea Comp., yang ketika itu harganya sudah jauh lebih tinggi. Dan tau nggak apa yang terjadi? Karena ulah para spekulan yang membuat bursa terjadi the great financial panics (susah diterjemahkan nih), terus berefek pada kepanikan yang luar biasa buat investor, ya otomatis dong harga sahamnya tuh jatuh dan South Sea Company juga bangkrut. Akhirnya Sang Fisikawan Inggris ini merugi 20,000 pound sterling. Wah-wah.. kasihan ya Sir Newton…

Stelah kejadian itu ia mengatakan “saya bisa menghitung gerakan benda-benda langit, tetapi saya tidak bisa mengkalkulasi kegilaan orang (di lantai bursa)”. Sampai akhir hidupnya, ia melarang siapa pun untuk menyebut kata “South Sea” di dekatnya… Ha segitunya

Nah.. apa pelajaran dari Newton. Emang sih… Newton tuh salah satu orang yang paling pintar yang pernah hidup di bumi, tapi ingat ia tidak pintar sebagai investor... bukan karena ia bodoh tapi memang ia tidak bisa mengekang emosi atas kegilaan pasar...

Akhirnya… kalau saya boleh ngasih saran ya sm sahabat semua… sebaiknya berinvestasilah di bursa real karena bursa saham memang lantai bursa yang akan membuat orang rasional menjadi irrasional… mereka bersaing layaknya di medan para penjudi…..[ysnt]